Saya menerima sebuah email dengan photo yang menarik sekali. Seorang kakek (Opa) dengan sabar dan lembut sedang menyuapi istrinya (Oma) yang sedang sakit. Usia mereka sudah lebih 90 tahun. Sebuah photo yang sangat langka dan amat menyentuh hati. Mengharukan.
Menurut ceritanya, si Opa itu seumur hidupnya tidak pernah mengucapkan kata-kata “Aku Cinta Padamu” kepada si Oma. Tetapi sepanjang hidupnya dia setia memelihara dan merawat istrinya yang tercinta.
Ketika pertama kali si Opa melamar si Oma untuk menikahinya, si Opa hanya mengatakan tiga kata, “Percayalah kepada saya!”
Ketika si Oma melahirkan anak perempuan pertamanya, tentunya sakit sekali; si Opa memegang tangan Oma erat dan mengucapkan empat kata dengan simpati, “Maaf ya, sudah menyusahkan kamu!”
Ketika anak perempuan mereka menikah dan ke luar rumah, si Oma merasa kehilangan. Opa merangkul si Oma dan mengucapkan lima kata yang menguatkan, “Jangan sedih, masih ada saya!”
Ketika si Oma sedang sakit dan tidak bisa melakukan tugasnya, si Opa menyuapinya dan menghiburnya. Si Opa mengucapkan enam kata sambil tersenyum ramah, “Jangan kuatir, saya selalu ada di sampingmu!”
Ketika si Oma sakitnya semakin parah, dan akan meninggal dunia, si Opa mencium keningnya dengan mesra dan mengucapkan tujuh kata yang meneguhkan iman, “Tuhan menyertaimu ke sorga. Kamu tunggu saya ya?”
Indah sekali kisah cinta dari Oma dan Opa ini. Walaupun kata-katanya terbatas. Tanpa puisi cinta yang romantis, tetapi kisah mereka sesungguhnya paling romantis, bukan? Cintanya diwujudkan dalam bahasa perbuatan kasih sayang sehari-hari yang konkret. Saling menguatkan, menghibur, melayani, merawat, dan berbuat baik. Sungguh, sebuah kebersamaan yang indah, romantis, riil, dan setia hingga akhir hidup.
Alkitab mengingatkan kita bahwa cinta yang sejati memang harus diwujudkan dengan perbuatan yang nyata. Bukan hanya kata-kata saja, walaupun memang kata-kata itu diperlukan untuk mengekspresikan dan menegaskan ungkapan cinta kasih itu. Rasul Yohanes menuliskan, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (I Yohanes 3:18). Cinta kasih yang sejati, yang sudah kita terima dari Kristus, seharusnya dipraktikkan bukan saja dalam hubungan suami istri dan keluarga, tetapi juga dalam gereja, dan dalam hubungan dengan sesama manusia di sekitar kita. Marilah kita mulai mengasihi dengan perbuatan yang nyata. Ayo!
Write a comment: