Sulapman, seorang Indonesia, bersama temannya, Abu Bakar, seorang Arab, masuk ke sebuah toko penjual coklat. Mereka melihat-lihat di tengah para pembeli. Ketika si penjaga toko lengah, Abu Bakar mencuri tiga batang coklat dan memasukkan ke dalam kantongnya.

Kemudian mereka berdua keluar toko, dan Abu Bakar berkata kepada Sulapman, “Hei, ternyata aku adalah pencuri yang terhebat. Saya mengambil tiga batang coklat, dan tidak ada seorangpun yang melihatnya. Orang Arab memang lihai. Kau pasti tidak dapat menandingi kehebatanku”, serunya girang sambil menepuk dadanya.

“Hei, kau mau tahu siapa yang lebih hebat? Mari kita kembali ke toko itu, aku akan tunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih menakjubkan, yaitu kecanggihan pencurian yang orisinil”, kata Sulapman dengan nada menantang dan senyuman yang sombong.

Kemudian mereka berdua kembali ke toko itu, dan Sulapman berkata kepada penjaga toko, “Pak, apakah bapak mau melihat sulap yang hebat?”

“Sulap? Iya, tentu!” jawab si penjaga toko singkat.

“Berikan aku sebatang coklat”, kata Sulapman.

Penjaga toko memberikan sebatang coklat kepadanya, dan segera dimakannya dengan cepat. Lalu Sulapman meminta sebatang coklat lagi, dan dilahapnya juga dengan sangat cepat. Dia meminta lagi coklat yang ketiga, dan dilahapnya juga secepat kilat.

“Hei, mana sulap yang hebat itu?” teriak si penjaga toko.

“Coba bapak periksa di dalam kantong teman saya, ketiga coklat itu ada di situ”, jawab Sulapman dengan wajah tersenyum penuh kemenangan. “Jangan main-main sama orang Indonesia ya?” lanjut Sulapman bangga.

 

Saudara, cerita humor ini menggambarkan dua orang manusia yang saling membanggakan kehebatan yang negatif sifatnya. Sama-sama hebat, tetapi sebagai maling. Alkitab mengingatkan kita bahwa sebagai orang Kristen tidak boleh membanggakan diri sendiri, walaupun itu adalah kesuksesan yang bersifat positif. Sebab semua keberhasilan kita adalah pemberian dari Allah melalui kasih Yesus Kristus. Rasul Paulus menuliskan, Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran.” (Efesus 5:8-9). Ketika masih dalam ‘kegelapan’, semua perbuatan kita tidak berkenan kepada Allah. Kini, setelah menjadi anak-anak ‘terang’, haruslah kita menghasilkan perbuatan-perbuatan ‘terang’ yang berkenan kepada Allah, dan yang menjadi berkat bagi sesama kita. Lihat juga: Matius 5:16.

Write a comment:

*

Your email address will not be published.