Pastor Tim menceritakan tentang seorang mahasiswa seni rupa yang belajar di Universitas Minnesota di Mineapolis, Amerika Serikat. Suatu kali, sang mahasiswa bertanya kepada dosennya, “Pak, apakah saya boleh melukis potret adik laki-laki saya, Peter, untuk tugas sekolah yang bapak berikan?”

“Oh, boleh, silakan melukis potretnya Peter”, jawab si dosen singkat.

Ketika si mahasiswa menyerahkan tugasnya, sang dosen melihatnya dengan singkat dan memberikan dia nilai C minus. Karena tidak puas, si mahasiswa mendekati sang dosen dan bertanya dengan penasaran, “Pak, kenapa nilai saya rendah sekali? Apa kekurangannya?”

“Hei, lihat saja sendiri lukisanmu. Proporsinya tidak benar. Kepala Peter terlalu besar”, kata sang dosen menjelaskan. “Lihat bahunya Peter, juga terlalu lebar, tangannya agak kekecilan, kakinya terlalu panjang dan besar. Pokoknya tidak seimbang. Ini tidak betul!” sahut si dosen melanjutkan.

Esok harinya, sang mahasiswa membawa Peter ke sekolah untuk menemui sang dosen. “Pak, ini adik saya, Peter!” kata si mahasiswa singkat.

Melihat Peter sekilas, sang dosen berkata kepada muridnya, “Kamu benar! Potret Petermu itu betul!” Suaranya rendah dan wajahnya tersenyum kecut. “Saya ubah nilaimu menjadi A”, lanjutnya sambil manggut-manggut.

“Terima kasih pak”, jawab si mahasiswa dengan wajah ceria.

 

Saudara, dalam perjalanan hidup yang berlika-liku dalam dunia ini, setiap hari kita berhadapan dengan berbagai pilihan. Sadar atau tidak, kita dituntut untuk menentukan mana yang benar, mana yang salah, apa yang baik dan yang buruk. Pertanyaannya, apa ukuran dari sebuah kebenaran?

Manusia di dunia cenderung memakai ukuran diri sendiri. Ini yang disebut dengan Subjektivisme. Akibatnya, kebenaran menjadi relatif. Si A bilang benar, si B bilang salah, si C bilang belum tentu. Tidak heran, terjadi kekacauan, keributan, penyesatan, dan berbagai kejahatan.

Sesungguhnya, kebenaran itu bersifat objektif dan universal. Jadi, berlaku di mana-mana dan bukan menurut ukuran diri sendiri. Tuhan Yesus adalah Kebenaran yang sejati (Yohanes 14:6). Sebab itu, FirmanNya (Alkitab) adalah ukuran kebenaran bagi iman, moral, dan kehidupan kita sehari-hari. “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (II Timotius 3:16). Tujuannya, agar kita menghasilkan perbuatan yang baik dan benar (ayat 17).

Pada 31 Oktober 1517 Martin Luther mengajukan Reformasi agar gereja Katolik yang sudah menyimpang kembali kepada Kebenaran Alkitab. Kini, setiap 31 Oktober kita rayakan sebagai Hari Alkitab Sedunia.

Write a comment:

*

Your email address will not be published.