Pastor Tim menceritakan sebuah kesaksian, entahkah tentang pribadinya atau salah satu jemaatnya, tidak jelas. Katanya, suatu kali ada seorang suami yang pulang ke rumah dari kantornya, dan menemukan istrinya sedang menangis tersedu-sedu. Lalu sang suami bertanya dengan ramah, “Ada apa sayang, kenapa menangis?”

“Mamamu menghina saya!” seru istrinya dalam tangisannya.

“Lho, mamaku? Bagaimana dia bisa menghinamu. Dia kan sedang berliburan di belahan bumi yang lain?” tanya si suami penasaran.

“Saya tahu. Tetapi tadi siang ada sepucuk suratnya yang ditujukan kepadamu. Saya membukanya, sebab saya ingin tahu isinya”, jawab si istri sambil menghapus air matanya.

“Lalu?” sela sang suami masih penasaran.

“Setelah dia menceritakan keadaan dia di sana, di bagian akhir dia menulis demikian: ‘Catatan Tambahan. Kepada Diana menantu, bila kau sudah selesai membaca surat ini, jangan kau lupa berikan itu kepada anak saya ya?’… Itu kan namanya menghina”, kata si istri masih terisak.  

 

Saudara, kesaksian ini bisa saja benar terjadi atau hanya humor saja. Namun cerita tentang konflik antara mertua dan menantu seringkali terjadi dalam keluarga dan menjadi bahan pembicaraan. Sebenarnya bukan saja konflik antara mertua dan menantu, konflik relasi lainnya juga sering terjadi, bukan? Misalnya antara suami dan istri, orang tua dan anak, sesama saudara sekandung atau hubungan lainnya. Yang pasti dalam sebuah keluarga selalu ada konflik atau perselisihan yang terjadi. Sebab manusia tidak sempurna, terbatas, dan cenderung lebih mementingkan diri sendiri. Di samping itu, manusia juga memiliki berbagai persoalan yang kompleks.

Pertanyaannya, apakah semua konflik relasi itu tidak mungkin bisa diselesaikan dengan baik dan benar? Jawabannya: mungkin dan bisa, asalkan masing-masing pihak mau saling mengasihi. Nah, untuk mengasihi dengan baik dan benar perlu memiliki cinta kasih yang sejati. Sebab tanpa sumber kasih yang sejati, bagaimana mungkin bisa mengasihi dengan sejati? Alkitab memberitahukan kita bahwa cinta kasih yang sejati itu datangnya dari pihak Allah yang menyatakan diriNya dalam Yesus Kristus. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.” (I Yohanes 4:10-11). Saudara, apakah selama ini Saudara sulit mengasihi orang lain? Mintalah Kristus memenuhi Saudara dengan cinta kasihNya yang sejati itu!

 

 

Write a comment:

*

Your email address will not be published.