Gus Dur yang terkenal itu, ketika dia masih menjabat sebagai presiden Republik Indonesia, pernah berkata bahwa perbedaan dalam berbagai hal termasuk aliran dan agama sebaiknya diterima, karena itu bukanlah sesuatu masalah. Selanjutnya dia mengatakan bahwa jikalau kita sudah bisa menerima perbedaan, maka akan lebih terbuka dalam berdialog.

Selanjutnya, Gus Dur menceritakan sebuah humor lelucon tentang ‘dialog’ seorang pendeta, biksu, dan kyai. Pendeta berkata, “Kami dekat sekali dengan Tuhan. Jadi, kami memanggilNya Allah Bapa, Allah Putra”.

Si biksu kemudian menimpali, “Kami juga dekat. Kami bukan memanggilNya Bapak, tetapi Om. Lha, bagaimana dengan Anda, pak kyai?”

Pak kyai menjawab, “Boro-boro deket, manggilnya aja mesti pakai speaker Toa di atas menara.”

Langsung seisi ruangan penuh dengan gelak tawa setelah Gus Dur menguraikan lelucon itu; yang bagi banyak orang dianggap sebagai sebuah kenyataan dari perbedaan agama yang ada di Indonesia tercinta.

Ilustrasi di atas sebenarnya memberikan kita sebuah pertanyaan yang menantang, “Apakah kita sungguh mengenal Tuhan Allah yang kita sembah selama ini?” Dengan kata lain, apakah kita mengenalNya dan dikenalNya secara pribadi? Atau kita hanya mengenal tentang Dia sebatas pengetahuan di otak saja?

Siapakah sesungguhnya Allah yang sejati itu? Alkitab mengatakan bahwa Allah yang sejati adalah Allah yang Menciptakan alam semesta dan segala isinya, Allah yang Menebus manusia yang berdosa melalui Sang Juru Selamat (Mesias), dan Allah yang Memanggil umat kepunyaanNya melalui karya RohNya yang kudus. Bdk: Yesaya 43:1. Rasul Yohanes menuliskan Firman Tuhan demikian, “Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa [yaitu Yesus Kristus], Dialah yang menyatakanNya.” (Yohanes 1:18). Tuhan Yesus berkata, “Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga Bapaku.” (Yohanes 8:20b).

Permisi tanya, ‘Sudahkah Saudara mengenal Allah yang sejati?’ Bila belum, terimalah Yesus Kristus sebagai Juruselamatmu secara pribadi. Dan, mulailah membangun hubungan yang pribadi denganNya melalui pembacaan Firman Tuhan dan kehidupan doa yang disiplin. Bila sudah, setialah dalam membangun hubungan yang akrab denganNya melalui ibadah, doa, Firman Tuhan, dan pelayanan yang memuliakan Bapa di sorga, dan yang menjadi berkat bagi sesama manusia. Bdk: I Korintus 10:31; Matius 22:37-39.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Write a comment:

*

Your email address will not be published.