Telinga kakek Budeg sudah dua tahun rusak. Dia tidak bisa mendengar dengan baik. Anak-anak dan cucu-cucunya harus berteriak bila berbicara dengan dia. Suatu kali dia ke dokter, dan dokter memperkenalkan sebuah alat bantu pendengaran dan mengatakan, ”Kek, alat ini produk terbaru. Saya jamin pendengaran kakek akan normal 100% seperti semula”.
               Kakek Budeg mencobanya dan senang sekali. Singkat cerita, dia membeli dan memakai alat bantu pendengaran itu. Namun, orang-orang di sekitarnya tidak merasakan ada perubahan yang berarti dari sang kakek. Kelihatan kakek Budeg tetap saja budeg alias tuli. Satu bulan kemudian, dia kembali ke dokter untuk pemeriksaan lanjutan.
               ”Hmmm, pendengaran kakek sudah sempurna 100%”, kata si dokter. ”Apakah anggota keluarga kakek senang mengetahui hal ini?” tanya si dokter sambil tersenyum ramah.
               ”Saya sengaja tidak memberitahukan mereka tentang alat yang hebat ini”, jawab kakek Budeg juga tersenyum ramah.
               ”Lo, kenapa kek?” tanya dokter penasaran.
               ”Iya, saya hanya duduk tenang dan mendengarkan dengan baik semua pembicaraan mereka. Dalam satu bulan ini saya sudah mengubah tiga kali surat warisan saya”, jawab kakek tertawa terkekeh-kekeh.
               Saudara, ini hanyalah cerita humor, tetapi mungkin juga ada benarnya. Anak-anak yang tidak tahu menghormati orang tuanya, sangat mungkin menginginkan orang tuanya cepat mati, demi mendapatkan harta warisan. Tidak jarang anak-anak berselisih hanya karena rebutan warisan.
Walaupun motif kakek Budeg yang pura-pura budeg kurang tepat, namun ada satu pelajaran baik untuk kita. Bahwa orang yang sabar itu tidak banyak berbicara, tetapi lebih banyak mendengar. Raja Salomo menuliskan Firman Tuhan demikian, ”Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.” (Amsal 10:19). Memang orang yang sedikit berbicara dan banyak mendengar adalah orang yang berakal budi. Artinya tidak emosionil, tidak pemarah, dan tidak suka bertengkar, tetapi tahu menahan perkataannya dengan sabar dan bijaksana. Rasul Yakobus menasihati kita dengan Firman Tuhan, ”Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.” (Yakobus 1:19). Kenapa Tuhan menciptakan kita dengan dua telinga dan satu mulut? Konon katanya, supaya kita belajar mendengarkan dua kali sebelum berbicara satu kali. Hmm. Ada betulnya juga! Setuju? Iya, kalau begitu, marilah kita belajar banyak mendengar dan sedikit berbicara.

 

Write a comment:

*

Your email address will not be published.